RENGGALI DAN
SEULANGA
Hari Jadi Kota Takengon Ke-445th
Oleh : Aris Faisal
Djamin, S.H
Sekretaris Umum Majelis Pemangku Adat Kesultanan Aceh
Darussalam
Tekengon sekarang merupakan ibukota dari Kabupaten Aceh Tengah, negeri yang
bersuku Gayo ini sudah mengalami perjalanan panjang dalam sejarah berdirinya.
Setiap fase dialami dan dilewati dengan suka cita, hingga hari ini pada tanggal
17 Februari 2022 kota Takengon sudah berumur 445 tahun. Penetapan hari jadi
kota Takengon dituangkan dalam Qanun Kabupaten Aceh Tengah Nomor 10 Tahun 2010.
Keberadaan suku Gayo di Aceh dalam sejarahnya terdapat beberapa versi, ada
yang tertuang didalam Hikayat Raja Pasai dan ada pula berbagai penjelasan dari
para ahli sejarah. Namun demikian sejarah tali darah antara Gayo yang dikenal
gigih dan kuat dengan Aceh dijelaskan panjang dalam buku-buku sejarah Aceh dan
Nasional, ibarat bunga Renggali dan Seulanga.
Dalam sejarah masyarakat Gayo dinukilkan bahwa Kerajaan
Linge didirikan oleh Adi Genali pada tahun 1025 M. Meurah
Adi
Genali berasal dari Imperium Rum, yang terdampar di Buntul Linge akibat
tekanan dan pergolakan. Negeri
Rum yang dimaksud adalah sebuah kerajaan yang memerintah di kawasan Turki
sekarang. Disebutkan, pada kurun 1205-1453 terdapat komunitas muslim Rum yang
berada dalam kehidupan keagamaan yang agak tertekan di bawah pemerintah
Kerajaan Rum, sehingga sebahagian penduduknya memilih menyelamatkan diri ke
Eropa Timur, seperti Tarkizistan, Turkistan,
dan Ajerbaizan. [Dr
Yusra Habib Abdul Gani, Gayo dan Kerajaan Linge. 2018; H. M. Zainuddin, Tarikh Aceh Nusantara. 1961]
Dalam cerita lainya menyebutkan bahwa suku Gayo adalah penduduk asli negeri
Pasai yang lari ke hulu sungai Peusangan karena tidak mau masuk Agama Islam
[Russel Jones, 1999’; Hill A.H 1960]. Kisah ini bermula saat Syeikh Ismail
untusan Syarif Mekah datang ke Samudera Pasai atas perintah dari Sultan
Muhammad (Raja Malabar cucu Khalifah Abu Bakar Ash-Shiddiq) dan mengislamkan
Meurah Silu yang kemudian bergelar Malikul Saleh, kemudian Syeikh Ismail juga
mengislamkan Seri Kaya dan Seri Bawa Kaya kelak diangkat diangkat menjadi
menteri di Samudera Pasai, dengan gelar Sidi Chiatuddin dan Sidi Ali
Hasanuddin. Orang-orang yang tidak mau masuk Islam berpindah ke hulu sungai
Peusangan dan membuat negeri disana (boleh jadi negeri Gayo bagian Raja Bukit
sekarang). [H. M. Zainuddin, Tarikh Aceh
Nusantara. 1961]
Adapun demikian dalam sejarah diaspora puak Melayu disebutkan bahwa suku
Gayo berasal dari golongan Melayu Tua yaitu bangsa yang pertama sekali
menduduki negeri Aceh. Hal ini dibuktikan dengan penemuan pakar arkeologi di
kampung Mendele, didekat tipi danau Laut Tawar, sejak 3000 tahun yang lalu sudah
ada peradaban manusia bahkan didaerah Sebajadi berdekatan dengan Tamiang.
Peranan suku Gayo sangat besar dalam penyebaran Islam dan berdirinya
kerajaan Aceh, maka tidak asing dalam catatan sejarah Aceh sering kali kita
jumpai gelar “Meurah” seperti Meurah
Mersa, Meurah Silu yang keduanya merupakan keturunan dari Meurah Makdum Malik
Ishak yang merupakan raja pertama Negeri Isak Gayo. [Teuku Syahbudin Razi, Silsilah Raja-Raja Islam di Aceh dan
Nusantara]
Meurah Makdum Malik Ishak (raja pertama Negeri Isak Gayo) mempunyai anak
bernama Meurah Malik Nasir, dari Malik Nasir ini melahirkan pemimpin beberapa
negeri seperti Meurah Makdum Malik Ibrahim di Jeumpa, Meurah Bacang di Barus,
Meurah Pupok di Daya, Meurah Jernang di Samalanga serta Meurah Putih dan Meurah Itam di Meureudu.
Setelah sepeninggal Meurah Makdum Malik Ibrahim, Jeumpa di pegang oleh anak
Malik Ibrahim bernama Raja Muhammad, dari Raja Muhammad dikaruniai seorang
putri bernama Putroe Beutong, dan Putroe Beutong ini dinikahkan dengan Meurah
Makdum Malik Abdullah yang tidak lain adalah anak dari Meurah Ahwal adik Raja
Muhammad dengan kata lain nikah sepupu. Dari pernikahan inilah lahir seorang
putra bernama Meurah Silu atau Sultan Malikul Saleh raja pertama Samudera
Pasai.
Kelak dari trah Samudera Pasai ini lahir seorang putri bernama Sultanah
Nahrisyah Malikul Zahir yang menikah dengan Sultan Alaiddin Husinsyah Abdullah
Malikul Mubin yang merupakan keturunan ke 8 (delapan) dari Meurah Adi Geunali
raja pertama Lingga Gayo. Dari pernikahan inilah dikarunia dua orang putera,
yang pertama Sultan Alaiddin Inayatsyah (sultan ke delapan Darul Kamal) dan
Sultan Sulaiman Nur (raja pertama di Pidie). Terakhir dari trah ini pula akan
tergabungkan antara Darul Kamal dan Meukuta Alam hingga nantinya berdiri pada
tahun 1511 Kesultanan Aceh Darussalam oleh Sultan Ali Mughayat Syah, hingga
sampai dimasa keemasan pada pemerintahan Sultan Iskandar Muda.
Perjalan panjang ini memang banyak menuai pengkaburan sejarah, akan tetapi
Renggali dan Seulangga tetap menjadi satu bagian yang tidak terpisahakan sampai
kapanpun. Selamat hari jadi Kute Takengen
yang ke-445 (17 Februari 1577-2022), semoga terus berjaya, semoga Allah berikan
keberkahan dalam umur sejarah yang panjang ini, semoga terus terjalin hubungan
baik antara Renggali dan Seulanga, dan abadi selama-lamanya.
0 Komentar